Powered By Blogger

Jumat, 04 Desember 2009

BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (TB). WHO melaporkan ada 3 juta orang meninggal akibat TB tiap tahun dan diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Penderita baru terdapat 9 juta tiap tahunnya dan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-orang pada umur produktif dari 15 sampai 54 tahun. Kematian TB di negara-negara miskin mencapai 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah.
Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TB global yakni sekitar 38% dari kasus TB dunia. Dengan munculnya HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TB akan meningkat ( Depkes RI, 2002 ).
Insidensi TB global adalah 8,9 juta kasus baru TB dan 1,6 juta orang (27/100.000) meninggal karena TB pada tahun 2005, termasuk mereka yang juga memperoleh infeksi HIV (219.000). India, Cina dan Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari seluruh kasus TB yang terjadi di 22 negara. Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah India dan Cina. (Gardunas TB, 2007)
Indikator penemuan kasus TB tahun 2005 adalah ≥ 70%. Secara global angka penemuan kasus di dunia adalah 59% pada tahun 2005, 75% dari kasus BTA positif tambahan yang dilaporkan program DOTS pada tahun 2005 berada di Cina,India dan Indonesia. Ketiga negara ini telah mendorong percepatan global dalam deteksi kasus (gerdunas,2007)
Kasus baru BTA positif di Indonesia setiap tahunnya adalah 530.000 kasus. Total penderita TB di Indonesia lebih dari 600.000 orang, dan terdapat berbedaan besar antara daerah (Sumantra, Jawa-Bali dan kawasan Indonesia Timur ). Hasil Survai Prevalensi TB tahun 2004 tampak perbedaan insidensi dan prevalensi antar wilayah, di Yogyakarta dan Bali sebesar 64/100.000, untuk propinsi di jawa (kecuali DIY) sebesar 107/100.000, Sumatra 160/100.000 dan 210/100.000 untuk propinsi di wilayah Indonesia timur.
Penemuan Kasus TB di Indonesia pada tahun 2005 adalah 68% telah mendekati target global untuk penemuan kasus pada tahun 2005 sebesar 70 %. Beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan jumlah kasus TB yang ditemukan dari 38% di tahun 2003 menjadi 73 % di tahun 2006 (Gerdunas, 2007)

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. Pengertian

Penyakit Dengue Haemorrhagie Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan masa inkubasi selama 4 – 6 hari (Suroso, 2000).

Vaksin untuk mencegah penyakit DBD hingga kini belum tersedia, karena itu upaya pencegahan penyakit ini hanya ditempuh dengan memberantas nyamuk penularnya. Pemberantasan nyamuk dengan sasaran nyamuk dewasa (adult control) dilakukan melalui penyemprotan racun serangga. Sedangkan pemberantasan jentik (larva control) dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara :

1. Fisik : Cara ini dikenal dengan kegiatan 3 M (Menguras, Menutup dan Mengubur) yaitu menguras bak mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan lain–lain, serta mengubur atau menyingkirkan barang bekas seperti kaleng bekas, dan ban bekas. Pengurasan Tempat Penampungan Air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang–kurangnya seminggu sekali.

2. Biologi : misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah).

3. Kimia : Cara pemberantasan jentik aedes aegypti dengan menggunakan racun pembasmi jentik (larvasida), kegiatan ini dikenal dengan istilah abatisasi. (Depkes, 1992).

Nyamuk aedes aegypti merupakan nyamuk domestik dan tersebar luas di rumah–rumah penduduk, sekolah dan tempat–tempat umum di Indonesia. Penyebaran nyamuk ini banyak ditemukan pusat–pusat pemukiman yang padat penduduknya seperti kota dan pelabuhan, namun dengan semakin lancarnya hubungan transportasi darat, laut dan udara memungkinkan penyebarannya sampai ke desa–desa. (Depkes, 1995).

Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti adalah genangan air yang tertampung di wadah atau biasa disebut kontainer, dan bukan pada genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Kontainer tempat perindukan ini dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat untuk menampung air guna keperluan sehari–hari seperti tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan lain–lain.

2. Bukan TPA, seperti tempat minum hewan peliharaan, barang–barang bekas (ban bekas, kaleng bekas, botol, pecahan piring/gelas), vas bunga, dll.

3. Tempat penampungan air alami (natural/alamiah) misalnya tempurung kelapa, lubang di pohon, pelepah daun, lubang batu, potongan bambu, kulit kerang dll. Kontainer ini pada umumnya ditemukan diluar rumah.

Nyamuk aedes aegypti dewasa menggigit lebih banyak pada siang hari, antara pukul 08.00–12.00 dan pukul 15.00–17.00. Sangat menyukai darah manusia dan biasa menggigit beberapa kali, keadaan ini sangat membantu nyamuk aedes aegypti dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus. Tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu waktu pematangan telur adalah tempat–tempat yang gelap, lembab dan sedikit dingin. (Depkes, 1995).


B. Perkembangan Nyamuk Aedes Aegypti

Aedes Aegypti dalam siklus hidupnya mengalami perubahan bentuk (metamorphos) sempurna yaitu dari telur, jentik (larva), kepompong (pupa) lalu menjadi nyamuk dewasa.

Kontak pertama dengan air mepakan rangsangan bagi nyamuk untuk meletakkan telurnya. Biasanya telur diletakkan pada dinding bagian dalam kontainer di permukaan air. Jumlah telur nyamuk aedes aegypti untuk sekali bertelur dapat mencapai 300 butir dengan ukuran ± 5 mm berwarna hitam/gelap.

Selanjutnya telur menetas menjadi jentik dan mengalami 4 tingkatan atau stadium. Bentuk jentik antar stadium disebut instar. Waktu pertumbuhan dari masing-masing stadium adalah sebagai berikut :

Stadium I : 1 hari

Stadium II : 1 – 2 hari

Stadium III : 2 hari

Stadium IV : 2 – 3 hari.

Jentik aedes aegypti dalam air dapat dikenali dengan ciri–ciri antara lain : berukuran 0,5–1 cm dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakan berulang–ulang dari bawah keatas permukaan air dimaksudkan untuk bernapas. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. (Depkes, 1995).

Jentik berkembang menjadi pupa. Pada tingkat pupa ini tidak memerlukan makan, tetapi perlu udara. Waktu pertumbuhan menjadi nyamuk adalah 1–2 hari. Pada umumnya nyamuk jantan menetas lebih dahulu dari nyamuk betina. Lalu pupa berkembang menjadi nyamuk dewasa dan tidak lagi hidup dalam air. (Depkes, 1995).


C. Survey Aedes Aegypti

1. Survei Nyamuk Dewasa

Survei nyamuk dewasa dilakukan dengan penangkapan nyamuk menggunakan umpan orang didalam rumah atau diluar rumah selama 20 menit/rumah serta penangkapan nyamuk yang hingggap didalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk dilakukan dengan menggunakan aspirator. Dari survei nyamuk dewasa ini akan dapat diketahui densitas vektor dengan mencermati angka index nyamuk dewasa, yaitu biting/landing rate dan resting per rumah.

2. Survei Jentik

Ada dua metode survei jentik yaitu :

a) Cara jentik tunggal (single larva method).

Survei ini dilakukan dengan mengambil jentik disetiap tempat genangan air, untuk selanjutnya dilakukan identifikasi jenis jentik tersebut.

b) Cara Visual.

Survei ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap genangan air tanpa melakukan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa dilakukan adalah cara visual dan ukuran yang dipakai sebagai indikator adalah House Index, Container Index, dan Breteau Index.

1) House Index adalah jumlah rumah dimana ditemukan sarang aedes aegypti disuatu daerah.

2) Container Index adalah container yang menjadi sarang aedes aegypti di suatu daerah .

3) Breteau Index adalah jumlah rumah dengan jentik aedes aegypti per 100 rumah di suatu daerah. (Rezeki, 2001).

Langkah-langkah survey jentik meliputi :

1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

2. Untuk memeriksa tempat penampungan air, yang berukuran besar seperti bak mandi, tempayan, drum, ataupun bak penampungan air lainnya, maka diperlukan pengamatan selama 1-2 menit untuk memastikan bahwa ada atau tidak ada jentik.

3. Untuk memeriksa tempat perkembangbiakan kecil seperti vas bunga/pot tanaman air, botol yang airnya keruh, seringkali airnya dipindahkan ke tempat lain.

4. Untuk memeriksa jentik ditempat yang agak gelap atau airnya keruh digunakan senter. (Depkes, 1992).


D. Tempat Penampungan Air (TPA)

1. Jenis Tempat Penampungan Air

Beberapa jenis tempat penampungan air (TPA) yang digunakan sehari–hari adalah tempayan, drum, ember plastik dan sebagainya yang kesemuanya terdiri dari bahan yang berbeda. Perbedaan bahan penampungan air juga akan menyebabkan perbedaan permukaan dinding tempat penampungan air. Tempat penampungan air dengan permukaan kasar sangat disenangi nyamuk untuk meletakkan telurnya. (Depkes, 1992).

2. Tempat Perindukan Nyamuk

Perindukan nyamuk dapat dibedakan menjadi 2 kelompok utama yakni :

a. Perindukan alamiah, yakni perindukan nyamuk pada tempat-tempat alami, seperti danau, rawa, ketiak daun, tempurung kelapa, lubang bambu, ataupun pada pelepah daun.

b. Perindukan non alamiah, yakni perindukan nyamuk pada tempat penampungan air bersih manusia seperti bak air, ember, maupun tempat-tempat penampungan air lainnya yang ada disekitar pemukiman penduduk. (Suroso, 2000).

3. Kebiasaan Menutup Tempat Penampungan Air

Kebiasaan menutup tempat penampungan air berkaitan dengan peluang nyamuk aedes aegypti untuk hinggap dan menempatkan telur–telurnya. Pada TPA yang selalu ditutup rapat, peluang nyamuk untuk bertelur menjadi sangat kecil sehingga mempengaruhi keberadaannya di TPA tersebut. (Depkes, 1992).

4. Frekuensi Menguras Tempat Penampungan Air

Tempat penampungan air yang selalu dikuras dengan teratur setiap minggu akan menyebabkan kelangsungan hidup nyamuk dengan siklus hidup yang berlangsung sekitar seminggu menjadi terganggu. (Depkes, 1995).


(dari berbagai sumber}

PENGELOLAAN SAMPAH

A. Pengertian Sampah
Sampah adalah semua benda atau produk sisi dalam bentuk padat sebagai akibat aktiviyas manusia, yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya dan dibuang sebagai barang yang tidak berguna. (Ditjen PMM & PLP Dinkes RI 1999).
Sampah adalah semua zat – zat atau benda yang tidak sudah terpakai lagi baik berasal dari rumah – rumah maupun sisa-sisa proses produksi.(Intjang Entjang 2000).
Sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat (Juli Soemirat Slamet 2004).
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sampah adalah benda yang tidak dipakai lagi dari aktifitas manusia yang terjadi dengan sendirinya dan harus dibuang.

B. Jenis-Jenis Sampah
Berdasarkan asalnya, maka sampah dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga termasuk asrama dan hotel.
2. Sampah dari hasil kegiatan industri atau pabrik.
3. Sampah dari hasil pertanian.
4. Sampah dari hasil kegiatan pembangunan.
5. Sampah dari hasil kegiatan perdagangan.
6. Sampah dijalan raya.
Menurut WHO (1971), adalah sumber sampah secara umum sebagai berikut:
1. Sampah rumah tangga (Domestic wastes)
2. Sampah pasar ( Commecial wastes )
3. Sampah jalan raya ( Street, cleaning wastes )
4. Sampah industri ( Indusrial wastes )
5. Sampah binatang dan pertanian ( agricultural and animal wastes )
6. Sampah pertambangan ( Faing wastes )

Secara umum jenis sampah berdasarkan asalnya dapat dibagi dua, dimana dapat menimbulkan gangguan jika tidak diadakan pengelolaan dengan baik digolongkan sebagai berikut:

1. Sampah organik adalah sampah yang mudah busuk atau mudah diurailkan dalam proses alami, seperti sampah dari dapur, sayuran, kulit buah dan daun-daunan.
2. Sampah anorganik adalah sampah tidak dapat diuraikan oleh alam dan tidak mudah busuk seperti: botol, plastik, kaleng, kertas, dll. (www.walhi-jogja.or.id)
Sampah sebagai suatu yang harus dibuang, sesuatu yang tidak dipakai, yang seharusnya dikelola dengan baik sehingga tidak mengganggu kehidupan manusia. Sistem pengelolaan sampah merupakan suatu hal yang penting mendapatkan perhatian secara serius meningkat dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sangat berpengaruh.

C. Metode Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah merupakan sebagai suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbungan, penyimpanan sementara, pemindahan, pemprosesan dan pembuangan sampah akhir, dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik (engineering), perlidungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan lingkungan lainnya dengan mempertimbangkan sikap masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa ruang lingkup dari pengelolaan sampah yaitu fungsi administrativ, perencanaan dan teknik-teknik yang terlibat dalam keseluruhan penyelesaian masalah sampah.

Dalam pengelolaan sampah ada empat unsur yaitu wastes generation atau sumber sampah, penyimpanan sampah, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir.
Menurut Didik Saruji (1982), dalam tiap-tiap elemen pengelolaan sampah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Proses yang menghasilkan sampah
Proses yang menghasilkan sampah meliputi aktivitas pembuangan sampah yang tidak berguna lagi yang dibuang begitu saja oleh pemiliknya atau dikumpulkan terlebih dahulu. Pengawasan dalam tahap ini sulit dilaksanakan karena dipengaruhi oleh individu ataupun lokasi dimana suatu prosese tersebut menghasilkan sampah sehingga tidak dimasukan elemen fungsional dalam pengelolaan sampah.
b. Penyimpanan (storage)
Penyimpanan atau pewadahan adalah salah satu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, pindahkan, angkut dan dibuang ketempat pembuangan akhir (TPA).
Penyimpanan sampah yang dimaksud adalah tempat pembuangan sampah sementara sebelum diangkut serta dibuang. Penyimpanan sampah setempat atau dekat dengan penghasil sampah merupakan hal yang penting dalam pengelolaan sampah yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat sekitar sebab dapat melibatkan nilai-nilai keindahan,kesehatan dan ekonomi.
Adapun syarat-syarat tempat sampah sebagai berikut:
1. Konstruksi yang harus kuat.
2. Mudah diisi, dikosongkan dan dibersihkan.
3. Berukuran sedemikian rupa sehingga mudah diangkut.
4. kedap air dan tidak mudah berkarat.
5. Mempunyai penutup yang rapat sehingga tidak menarik serangga ataupun binatang lainnya.
Mengingat sampah yang dihasilkan pada sebuah pasar terdiri dari dua jenis yaitu sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik), tentunya mempunyai tempat sampah yang harus sesuai dengan jenis sampahnya.
c. Pengumpulan (collection)
Sampah sebelum dibuang harus dikumpulkan dulu asalnya mengunakan sapu, penggaruk, gerobak, dll. Akan tetapi pengumpulan sampah bukan sekedar mengumpulkan, tetapi mengangkutnya sampah ketempat pengumpulan atau tempat pembuangan sementara (TPS). Pengumpulan sampah dapat dilakukan satu kali dalam sehari karena pasar merupakan penghasil sampah yang jumlahnya banyak khususnya sampah organik, dimana dapat menimbulkan bau yang busuk dan perkembangbiakan lalat dan tikus.
Pengumpulan sampah dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Perorangan yaitu orang mengumpulkan sampah untuk dibuang pada tempat pembuangan sampah sementara.
2. Pemerintah yaitu petugas kebersihan yang mengumpulkan dengan menggunakan truk atau gerobak sampah..
3. Swasta yaitu hanya mengambil sampah-sampah tertentu sebagai bahan baku perusahaan, seperti pembuatan kertas, karton dan plastik.
Adapun pola pengumpulan sampah sebagai berikut:
1. Pola Individual Langsung
Adalah cara pengumpulan sampah dari rumah-rumah atau sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan.
2. Pola Individual tidak Langsung
Adalah cara mengumpulkan sampah dari masing-masing sumber sampah di bawah lokasi pemindahan dengan menggunakan gerobak kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir atau TPA.
3. Pola Komunal Langsung
Adalah cara pengumpulan sampah dari masing-masing titik wadah komunal dan diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA)
4. Pola Penyapuan Langsung
Adalah cara pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan menggunakan gerobak (Departemen PU. 1993).
Dalam sistem pengumpulan sampah yang perlu diperhatikan adalah waktu, frekuensi pengumpulan, pengangkutan, pekerja, dan, peralatan yang digunakan, biaya partisipasi dan lain.
d. Pengangkutan Sampah (transport)
Pengangkutan sampah adalah pemindahan sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir yang relatif besar.
Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan berdasarkan sistem pengumpulan sampah sebagai berikut :
1. Untuk pengumpulan sampah yang dilakukan dengan sistem pemindahan (Transport Depo) dilakukan dengan cara :
a. Kendaraan angkutan dari pool lansung menuju lokasi pemindahan atau transfer depo untuk mengangkut sampah lansung ketempat pembuangan akhir (TPA).
b. Dari tempat pembuangan akhir kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada ret berikutnya.
2. Untuk pengumpulan sampah kontainer dengan sistem kontainer pola pengangkutan sebagai berikut:
a. Sistem pengosongan kontainer dengan proses:
1. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke TPA.
2. Kontainer kosong dikembalikan ke tepat semula.
3. Kendaraan menujuh ke kontainer isi berikutnya untuk di angkut ke TPA.
4. Demikian sampai ret berakhir.
e. Pengolahan dan Pemanfaatan Kembali (Processing and Recovery)
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah bentuk manjadi bermanfaat antara lain pembakaran, , daur ulang, penghancuran, dan pengeringan.
Pengolahan sampah dan pemanfaatan kembali dapat dimaksudkan penangganan terhadap sampah dengan mengunakan semua teknik, perlengkapan dan prasarana, untuk meningkatkan secara efisien dari semua unsure yang lain untuk memanfaatkan kembali semua benda yang masih bermanfaat maupun mengubah produk yang berasal dari sampah. Salah satu caranya adalah dengan mengubah sampah menjadi kompos. Sampah diolah sedemikian rupa sehingga menjadi lebih bermanfaat dan tidak mencemari lingkungan. Tidak salah memang karena kompos dapat dimanfaatkan untuk pupuk. (Majalah Healthylife, edisi 05, Mei 2008)
f. Pembuangan Akhir (Disposal)
Pembuangan akhir sampah adalah suatu tempat untuk mengkarantinakan atau menyingkirkan sampah agar tidak mengganggu kesehatan manusia.
Dalam pemilihan tempat pembuangan sampah akhir ada syarat-syarat umum yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
1 Tercakup dalam perencanaan tata ruang kotor dan daerah.
1. Jenis tanah yang kedap air.
2. Daerah yang tidak produktif untuk pertanian.
3. Dapat dipakai minimal 5-10 tahun.
4. Tidak membahayakan atau mencemari sumber air.
5. Jarak dari daerah pusat pelayanan sekitar 10 km.
6. Daerah bebas banjir.



(dari berbagai sumber)